“ Ros, kamu sebenarnya kenapa? Apa aku
ada buat salah ya tadi ke kamu?” aku bertanya dengan setengah meyakinkan diriku
sendiri. Aku butuh jawabannya sekarang. Apa yang ada di balik kesedihannya.
“hmm...” Ros, terlihat menarik nafasnya
dalam dalam, sebelum melanjutkan pembicaraan tadi.
“Kamu ingat Andi? Ketua basket SMA kita
kemarin? Taman itu tadi, tepatnya Cemara Asri, adalah saksi putusnya hubunganku
dengan Andi. Dia sedikit sama sepertimu, tidak percaya dengan hal hal gaib. Dia sering kali mengajakku untuk
duduk di sekitar pohon beringin itu. Bukan sering, tapi, tiap kali kami kesana,
kami selalu duduk disitu, kami menghiraukan semua tatapan mata yang mengarah
tajam kepada kami.”
“ Teh botolnya sambil diminum, ros. Entar
didatengin lalat loh” candaku, yang mungkin tidak tepat waktu, justru sedikit
membuat rose mengetatkan wajahnya.
“Hehehe, maap deh, maap. Yauda, kamu
lanjutin ceritanya”
“Tepat ketika kita masuk di bangku
perkuliahan, dia mengajakku ketemuan di taman itu. Tanpa sedikit pun rasa
curiga, aku datang ke tempat kami biasa bertemu. Entah waktu itu ada angin apa,
Andi mengucapkan hal yang sangat tidak kuduga. Dia memutuskan aku, dia
memutuskan tali percintaan kami. Alasannya, hanya karena dia mau melanjut
kuliah di luar kota dan dia ga bisa LDR-an.
Aku gatau mau berkata apa, aku juga gabisa berbuat apa apa. Ini adalah
keputusan bulat yang telah diambil olehnya. Sejak saat itu, aku berjanji tidak
akan menginjakkan kaki ku lagi ke taman itu, ke danau itu, ke pohon itu. Tapi,
kejadian tadi, membuat aku mengingat semua kejadian itu. Aku masih sayang dia. Aku
masih berharap, kelak, dia akan kembali kepadaku. Kapanpun itu.”
Perlahan, air mata yang menetes
membasahi pipi mungil itu ku hela. Sekarang aku mengerti kenapa ros menjadi
sangat sedih. Kesedihan yang seolah olah datang dengan kuatnya, angin yang
sangat kencang menghembuskan kumpulan kumpulan masa lalu yang tergantung
tinggi, tidak terjatuh, tapi hanya tergoyang, menandakan bahwa masih ada hal
yang belum hilang untuk selamanya.
“ Maaf, ros. Aku sama sekali ga tau dan
aku ga ada niat buat bikin kamu jadi kek gini.” Aku berusaha meyakinkan ros
kalau semua akan baik baik saja. Di lain hal, aku merasa sangat bersalah dengan
semua kejadian ini. Hal yang sangat ingin ku utarakan kepada ros, ku urungkan. Ya,
lebih baik perasaan ini kusimpan saja, lebih baik aku memendamnya asal dia bisa
selalu di dekat ku, ketimbang dia harus pergi jauh saat tahu yang sebenarnya ku
rasakan.
Andi.. Andi.. Andi..
Ha,
dapet nih nomernya.
Ternyata, buku tahunan yang di buat oleh sekolah kami dulu
bermanfaat juga dalam keadaan seperti ini. Perlahan ku bolak balik setiap
lembar buku bersampulkan coklat itu. Sambil sesekali senyum ku menyeringai kala
mengingat masa masa SMA ku dulu. Sampai akhirnya aku menemukan apa yang aku
cari. Ya, biodata Andi.
Selamat sore,
Apa benar ini nomernya Andi,
Alumni SMA 3 ?
Ku ketikkan kata kata itu di layar Handphone ku yang udah tua ini, HP yang selalu setia menemani ku dimana
pun aku berada.
Benar, saya Andi
Ini dengan siapa?
“ Halo, apa benar ini Andi?” tanyaku,
yang langsung menghubunginya setelah mendapat balasan SMS tadi.
“ Iya, benar saya Andi. Maaf, ini dengan
siapa?” suara dari sebrang telepon membuat aku yakin kalau ini bener Andi yang
ros maksud. Memang, aku tidak terlalu suka bergaul dengan anak anak basket SMA
kami duliu, tapi, karena Andi adalah pacar dari ros ketika SMA, maka sedikit
banyak aku mengenal pria yang satu ini.
“ Ini aku, Ari, ndi. Kamu masih ingat
gak? Temen satu SMA kamu”
“ Oh, iya, ada apa ri? Tumben
kamu nelpon siang siang gini, emang gak kuliah ya?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar